Beranda | Artikel
Pokok-Pokok Akidah Ahlussunnah dalam Ushulus Sunnah Imam Ahmad
Rabu, 7 September 2022

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah, mengumpulkan poin-poin landasan akidah Ahlussunnah dalam kitab beliau yang berjudul Ushulus Sunnah.

Berikut ini ringkasan poin-poin landasan akidah Ahlussunnah yang disebutkan oleh beliau dalam kitab Ushulus Sunnah:

Pertama: Berpegang teguh pada cara beragama para sahabat Nabi dan menjadikan mereka sebagai teladan.

Kedua: Meninggalkan segala bentuk ke-bid’ah-an.

Ketiga: Meyakini bahwa semua ke-bid’ah-an adalah penyimpangan.

Keempat: Meninggalkan debat dalam masalah agama.

Kelima: Tidak bermajelis bersama ahlul bid’ah.

Keenam: Berpegang pada atsar (hadis-hadis) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketujuh: Meyakini bahwa As-Sunnah itu menafsirkan dan menjelaskan makna-makna ayat Al-Qur’an.

Kedelapan: Meyakini tidak ada qiyas dalam masalah akidah.

Kesembilan: Meyakini bahwa akidah yang sahih bersumber pada nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Kesepuluh: Tidak menolak dalil dengan akal.

Kesebelas: Tidak menolak dalil dengan hawa nafsu.

Kedua belas: Mengimani takdir yang baik maupun takdir yang buruk.

Ketiga belas: Mengimani dan membenarkan semua ketetapan Allah yang syar’i maupun kauni, tanpa mempertanyakan “mengapa?” dan “bagaimana mungkin?”

Keempat belas: Tetap mengimani ketetapan Allah yang syar’i maupun kauni walaupun belum memahami makna dari dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menetapkannya.

Kelima belas: Mengimani bahwa kaum mukminin dapat melihat wajah Allah di akhirat.

Keenam belas: Tidak menolak hadis yang sahih yang diriwayatkan oleh para perawi tsiqat dengan alasan tidak masuk akal.

Ketujuh belas: Mengimani bahwa Al-Qur’an adalan firman Allah, bukan makhluk.

Kedelapan belas: Mengimani sifat-sifat Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih sesuai dengan zahir nash dengan makna yang hakiki, tidak men-ta’wil-nya.

Kesembilan belas: Mengimani adanya mizan (timbangan) di hari Kiamat.

Kedua puluh: Mengimani bahwa Allah akan bicara kepada para hamba-Nya di hari kiamat.

Kedua puluh satu: Mengimani adanya haudh (telaga) para nabi di hari kiamat.

Kedua puluh dua: Mengimani adanya fitnah kubur, azab, dan nikmat kubur.

Kedua puluh tiga: Mengimani adanya syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kedua puluh empat: Mengimani munculnya Dajjal di akhir zaman.

Kedua puluh lima: Mengimani turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam di akhir zaman.

Kedua puluh enam: Menetapkan bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.

Kedua puluh tujuh: Meyakini bahwa orang yang meninggalkan salat bisa keluar dari Islam.

Kedua puluh delapan: Meyakini bahwa manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam secara berurutan adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan. Kemudian, lima orang sahabat yang termasuk ash-habus syura‘, yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Kemudian, para sahabat yang ikut perang Badar.

Kedua puluh sembilan: Meyakini bahwa generasi terbaik dari umat ini adalah para sahabat Nabi kemudian para tabi’in.

Baca Juga: Catatan Ringan Seputar Aqidah

Ketiga puluh: Meyakini wajibnya mendengar dan taat kepada ulil amri kaum mukminin dalam perkara ma’ruf, baik mereka saleh maupun zalim.

Ketiga puluh satu: Meyakini bahwa jihad perang itu wajib bersama ulil amri, baik mereka saleh maupun zalim. Demikian juga, pembagian rampasan perang dan penegakan hukuman hadd.

Ketiga puluh dua: Meyakini sahnya pembayaran zakat melalui ulil amri, baik mereka saleh maupun zalim.

Ketiga puluh tiga: Meyakini sahnya salat Jumat bermakmum kepada ulil amri, baik mereka saleh maupun zalim.

Ketiga puluh empat: Meyakini bahwa orang yang memberontak kepada ulil amri kaum Mukminin, maka ia telah melakukan penyimpangan dan ke-bid’ah-an, dan andaikan ia mati dalam keadaan demikian, kematiannya seperti kaum jahiliyah terdahulu.

Ketiga puluh lima: Meyakini bolehnya memerangi kaum Muslimin yang melakukan perampokan dan pemberontakan.

Ketiga puluh enam: Tidak memastikan seseorang secara spesifik pasti menjadi penghuni surga atau pasti menjadi penghuni neraka.

Ketiga puluh tujuh: Meyakini bahwa Allah akan menerima tobat hamba-Nya sebesar apapun dosanya.

Ketiga puluh delapan: Meyakini bahwa seorang mukmin yang mati dalam keadaan membawa dosa selain kesyirikan, maka bisa jadi ia diampuni oleh Allah dan tidak masuk neraka sama sekali; atau bisa jadi ia diazab di neraka terlebih dahulu, kemudian setelah itu ia dimasukkan ke surga.

Ketiga puluh sembilan: Meyakini bahwa seorang yang mati dalam keadaan membawa dosa kesyirikan, maka Allah tidak akan mengampuninya dan ia kekal di neraka.

Keempat puluh: Meyakini bahwa hukum rajam itu ada dalam syari’at, bagi pelaku zina yang muhshan.

Keempat puluh satu: Meyakini wajibnya menjaga lisan terhadap para sahabat Nabi dan wajibnya mendoakan kebaikan bagi mereka.

Keempat puluh dua: Meyakini bahwa orang yang suka mencela para sahabat Nabi, maka ia adalah ahlul bid’ah.

Keempat puluh tiga: Meyakini bahwa nifaq adalah kekufuran.

Keempat puluh empat: Memahami dalil-dalil wa’id yang berisi ancaman dan hukum dengan cara mengkompromikannya bersama dengan dalil-dalil lain yang menjelaskan maknanya.

Keempat puluh lima: Mengimani adanya surga dan neraka dan keduanya sudah diciptakan sekarang.

Keempat puluh enam: Meyakini bahwa semua orang yang masih berstatus muslim, bagaimana pun kondisinya, tetap wajib disalatkan dan boleh didoakan ampunan baginya.

Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.

Baca Juga:

***

Penulis: Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://muslim.or.id/78369-pokok-akidah-ahlussunnah-dalam-ushulus-sunnah-imam-ahmad.html